Selasa, 02 Maret 2010

Mengalahkan Kemiskinan Lewat UKM

Kunjungan Proyek-proyek ADB (2-Habis)

Kemewahan di sebuah kota besar selalu menyembunyikan kemelaratan dan kemiskinan. Pun begitu yang terjadi di Manila, Filipina. Hamparan gedung bertingkat mungkin akan mudah ditemui di pusat kota. Tetapi coba bergeser beberapa kilometer ke selatan Manila, kesemrawutan rumah penduduk miskin mudah di Jumpai.

Saat Bali Post berkunjung ke salah satu perkampungan kumuh di Alabang, sungguh dikejutkan dengan suasana yang mirip kehidupan pinggiran Jakarta. Lorong sempit yang lebarnya tak lebih dari 1,5 meter, rumah semipermanen berdempetan, got hitam penuh sampah, bau, penduduknya bergerombol di pos gardu sambil bertelanjang dada. Dan, anak-anak yang asyik bermain bola di sebuah lapangan basket, ditemani anjing dan burung yang membuang kotoran sembarangan. Di sudut lain, beberapa anak muda khusyu menghitung togel.

Kondisi ini sesungguhnya tak mengherankan. Sebab, angka kemiskinan di Filipina tergolong tinggi. Data 2007 menyebutkan, terdapat 27,6 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dari total populasi 88,6 juta atau 31 persen. Bila dilihat per KK-nya maka yang tergolong miskin mencapai 27 persen atau 4,67 juta KK dari 17,4 juta KK. Tingginya angka kemiskinan ini terjadi sejak puluhan tahun lalu. Sedangkan batas kemiskinan yang ditetapkan pemerintah Filipina sejak 2006 adalah warga yang berpenghasilan di bawah Rp 3.720.000 per tahun.

Namun, ada yang membedakan di perkampungan kumuh yang ditempati 1.000 KK itu. Di sudut gang, sebelah barat lapangan basket berkumpullah 35 ibu-ibu dari keluarga miskin. Selasa siang pekan lalu itu, mereka mengadakan rutin mingguan dalam suasana hangat di sebuah ruang kelas TK berukuran tak lebih dari 5x6 meter persegi. Topik yang dibicarakan tak main-main yakni membahas pengembangan usaha mikro produktif.

Langkah ini mereka lakukan untuk bisa tetap bertahan hidup. Menurut pengakuan July Cuyoca (45), para ibu rumah tangga miskin bergabung membentuk perkumpulan yang biasa disebut Center, ata dorongan lembaga keuangan mikro pro pengentasan kemiskinan, ASHI.

Melalui Center, berbagai ibu rumah tangga miskin mendapatkan bantuan pinjaman pengembanga usaha mikrodari Rp 1,24 juta sampai Rp 4,96 juta dengan jangka waktu pengembalian enam bulan hingga setahun. Sedangkan bunga yang ditetapkan seperti BPR di Indonesia, yakni 25 persen per tahun.

Berdasarkan pengalaman July, dari Center ia mendapatkan bantuan pinjaman Rp 1,24 juta dengan jangka waktu 25 minggu. Selanjutnya dana itu ia gunakan untuk bisnis penjualan hasil bumi seperti kacang yang dibeli dari kota lain, Baguyo, ketempat tinggalnya sehingga mampu membantu meningkatkan pendapatan keluarga. "Ini sangat membantu. Kalau rentenir bunganya bisa mencapai 20 persen per bulan," katanya.

Center didirikan tahun 2000 dengan anggota hanya lima orang. Dinilai sangat bermanfaat, kini jumlahnya menjadi 35 orang,yang terbagi dalam tujuh kelompok usaha. Pertemuan tidak hanya menjadi tempat untuk membayar cicilan dan mendapatkan pinjaman. Tetapi, yang jauh lebih pentingjuga dibicarakan strategi bisnis dan silaturahmi.

Hal lain yang membuat Center diminati adalah sistem pinjaman yang melandaskan pada kepercayaan, karena tidak diperlukan jaminan seperti di bank. Namun, untuk menjaga profesionalitas dan kepercayaan ibu rumah tangga penerima pinjaman harus memiliki kepribadian baik dan serius ingin berusaha membantu ekonomi keluarga, dan mereka digabungkan dalam satu kelompok sebagai mekanisme pengawasan antar ibu rumah tangga.

Lembaga pendanaan kecil ini juga mengharuskan anggotanya menabung Rp 3.720/minggu. Sebagian untuk premi ata utang jika anggotanya meninggal, dan untuk membiayai pemakaman anggota atau keluarga anggota yang meninggal dunia. Hingga Januari 2009, pinjaman ibu rumah tangga di Center mencapai Rp 79,6 juta. Sedangkan dana simpanan mencapai Rp 29 juta.

Manajer cabang ASHI South Manila Nolie C Libng mengakui, tujuan utama didirikannya ASHI sejak 1989 adalah untuk menolong penduduk Filipina yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selanjutnya, pada 1991, lembaga ini mendapatkan pengesahan dari pemerintah. Selain itu, keberadaan lembaga ini juga mendapat dukungan dari berbagai lembaga, salah satunya Bank Pembangunan Asia atau ADB.

Untuk memperluas jangkauan ASHI membentuk cabang di sejumlah provinsi yang kini telah mencapai 20 cabang. Dari 20 cabang tersebut, masing-masing memiliki 50 Center dengan jumlah penduduk yang diberdayakan mencapai 15 ribu jiwa. Pendanaan didapat dari berbagai sumber seperti dari perusahaan pembiayaan untuk pengentasan kemiskinan, People's Credit and Finance Corporation (PCFC).

Sementara salah satu sumber dana PCFC adalah ADB yang berkantor pusat di Manila. Lembaga multilatera ini menggelontorkan dana pinjaman pengembangan usaha produktif warga miskin melalui PCFC sekitar RP 416,4 miliar.

Bali Post : 11:03:2009

Tidak ada komentar: