Senin, 01 Maret 2010

Vietnam yang Mulai Terbuka

Kunjungan ke Proyek-Proyek ADB (1)

Bagi sebagian orang, Vietnam dianggap sebagai negara yang menakutkan karena demokrasi tidak berjalan. Kekuatan partai tunggal yang begitu besar memang bisa menjadi "tangan besi" yang mengungkung hidup rakyatnya. Benarkah? Berikut laporan wartawan Bali Post Ahmadi Supriyanto ketika mengunjungi beberapa proyek ADB (Asian Development Bank) di Manila dan Vietnam (Saigon) 1 hingga 7 Maret 2009 lalu.

VIETNAM kini telah mengalami perkembangan begitu pesat. Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan penuh semangat. Jalan tidak saja mengalami pelebaran badan jalan tetapi juga kualitas. Beberapa jembatan penting yang melancarkan arus barang dalam pengerjaan akhir. Tak heran jika investor mulai melirik negara sosialis ini. Selain soal infrastruktur, Vietnam berusaha memaksimalkan kelebihan yang dimiliki.

Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Pitono Purnomo mengatakan, upah buruh di Vietnam yang murah dan relatif tingginya tingkat keamanan menjadi faktor penting daya tarik Vietnam. Bisa dikatakan, buruh di Vietnam tidak penah mogok kerja apalagi unjuk rasa.

Hal ini diamini Sales and Marketing Manager Namhoa Corporation Nguyen Thanh Hu. Perusahaan yang mendapatkan dana dari penerusan pinjaman dari ADB ini memberikan upah Ro 900 ribu-Rp 1,32 juta/bulan. Meski begit bukan berarti produktifitas mereka rendah. Dengan dukungan 900 pekerja, Namhoa yang berlokasi di sekitar Ho Chi Minh City (HCMC) ini mampu memproduksi lima juta item mainan edukatif dari kayu/tahun dengan pangsa pasar luar negeri seperti Jepang (30 persen), Korsel dan Eropa (20 persen) dan sisanya ke AS dan pasar domestik.

Ho Chi Minh City merupakan pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan utama di Vietnam. Serta, memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi Vietnam. Pada 2008, pertumbuhan ekonomi kota ini mencapai 11 persen atau jauh melampaui pertumbuhan ekonomi Vietnam 6,23 persen. Sementara, produksi domestik bruto kota dan pendapat per kapita kota ini tahun lalu mencapai 17,33 miliar dan 2.534 dolar AS.

Data Konjen RI di HCMC menyebutkan, HCMC merupakan kota tersebar di Vietnam dan berada di sebelah Selatan Vietnam dekat delta Mekong, sebelumnya, bernama Prey Nokor yang merupakan dermaga utama Kamboja sebelum direbut Vietnam pada abad ke-17. Kemudian bernama Saigon dan menjadi ibu kota koloni Prancis Cochincina dan kemudian ibu kota Vietnam Selatan dari tahun 1954 sampai dengan 1975. Pada tanggal 1 1 Mei 1975 Saigon digabung dengan provinsi sekitqar Gia Dinh dan berubah menjadi Ho Chi Minh City.

Sebagai kota bisnis utama di Vietnam, pemerintah pusat menempatkan perangkat pemerintah yang kuat di HCMC, dimana tercatat adanya 15 kantor perwakilan kementerian negara, termasuk Kementrian Luar Negeri dan 25 kota pelaksana kedinasan untuk melayani semua keperluan terutama yang berkaitan dengan pihak asing. Di HCMC juga terdapat 36 perwakilan asing tingkat Konsultan Jendral dan Konsul Jendral Kehormatan, disamping 17 asosiasi bisnis asing.

Bagi Indonesia, Vietnam merupakan pasar sangat potensial, khususnya untuk produksi industri ringan, seperti spare-part motor dan knalpot juga elektronik. "Pengusaha Indonesia masih punya baik di sektor ini," tandasnya.

Alasannya,menurut Pejabat Administratif Konjen RI di HCMC C, Oyon Cahyono Sirat, pengguna sepeda motor di negeri itu sangat tinggi.Sebagai contoh di HCMC, dari 6,8 juta penduduk, populasi motor mencapai 3,5 juta. Sedangkan pengguna mobil terbatas karena harganya yang tinggi juga diterapkannya pajak progresif untuk mobil.

Untuk mendorong UKM bisa berinvestasi di Vietnam, Kedubes RI, menurut Pitono, siap memberikan fasilitas pendukung ekspor bagi pengusaha Indonesia. Di antaranya membiayai analisa pasar terkait industri ringan. Ini bertujuan agar pengusaha bisa mengetahui karateristik dan kebutuhan pasar industri ringan di Vietnam. Fasilitas lain yang siap disediakan Kedubes RI adalah membuka akses kepada berbagai pengusaha di Vietnam.

Hal ini dilakukan dengan menghubungkan pengusaha Indonesia dengan Kadin setempat. Data Konjen RI menyebutkan, total perdagangan Indonesia dan Vitenam tahun lalu mencapai 2,5211 miliar dolar AS. Ekspor dari Indonesia ke Vietnam 2008 tercatat 1,728 miliar dolar AS atau naik 27,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan, impor dari Vietnam Indonesia tahun lalu tercatat 793,1 juta dolar AS atau turun 28 persen dibandingkan tahun sebelumnya []

Bali Post : 10:03:2009

Tidak ada komentar: