Rabu, 17 Maret 2010

Jangan Jadi 'Bolot'

Gejala penurunan pendengaran merupakan proses alamiah yang terjadi seiring dengan pertambahan usia. Namun sesungguhnya proses itu dapat diperlambat asalkan kita mampu melindungi telinga kita sejak dini. Berikut beberapa tips untuk memperlambat gejala penurunan pendengaran :

Kurangi volume perangkat audio
Jangan biasakan menyetel perangkat audio anda dengan volume terlalu besar. Siapkan penyumbat telinga untuk mengantisipasi adanya suara audio yang terlalu keras, yang tak mungkin anda kurangi volumenya.

Berhenti Merokok
Merokok menyebabkan berkurangnya aliran darah ke telinga dan pada akhirnya akan mengganggu proses penyembuhan alami pada pembuluh-pembuluh darah lembut yang terjadi setelah anda mendengar suara terlalu keras.

Bersihkan telinga secara rutin
Bersihkan telinga anda secara rutin. Gunakan kapas/cotton bud dengan penuh kehati-hatian.

Kurangi asupan kafein
Seperti Halnya nikotin, kafein juga dapat menghambat aliran darah ke telinga. Minumlah kopi atau teh maksimal 240 cc sehari.

Olahraga
Olahraga apapun dapat merangsang peredaran darah, menurunkan tekanan darah dan membantu telinga anda tetap dalam kondisi fit.

[sumber: harian bisnis jakarta]   

Selasa, 16 Maret 2010

Melepas Gurita Rokok


Ada enam bocah bercelana seragam pendek biru bergerombol di sudut anak tangga, lantai enam mal Pondok Gede. Sebulan lalu, secara kebetulan saya menjumpainya. Di antaranya terselip satu bocah perempuan, berambut pirang. Entahlah itu karena cat rambut, tapi saya melihatnya lebih karena pengaruh cahaya matahari.
Di tangan mereka terselip batang putih yang tersulut di ujungnya. Mereka terkekeh-kekeh, berguyon yang mungkin hanya mereka sendiri yang mengerti. Dari mulutnya serempak, kadang bergantian mengepulkan asap putih ke tangah arena yang melingkar. Nikotin berbahaya itu terpusat dan siap dihirup lagi oleh mereka sendiri, setelah sebelumnya, nikotin itu menerabas masuk ke paru-paru mereka.

Saya bersama istri sempat bergeleng-geleng mencermati apa yang terjadi. Bagaimana bisa, mereka begitu leluasa menikmati racun dengan santainya. Apalagi tempat kumpul mereka itu berada di lahan parkir tertutup yang pengap oleh kepul asap kendaraan. Tubuh mereka secara tanpa disadari mengundang maut, meski secara perlahan.

Ini bukan kali pertama saya menemukan hal-hal menakutkan seperti itu. Di pinggir jalan, jembatan-jembatan juga perempatan saya kerap melihat bocah-bocah jalanan begitu antusias menghirup dalam-dalam tembakau berbalut kertas putih itu. Mereka bebas bergerak menikmati hangatnya rokok bersama sekawanan yang lainnya. Tak ada larangan, regulasi atau apapun yang memebatasi bocah-bocah itu menyentuh berulang-ulang racun yang sungguh menakutkan.

Tak salah kalau ada yang menyebut penikmat rokok di kalangan anak-anak terus meningkat, bahkan mencapai angka 400 persen. Sebuah angka yang fantastis bukan. Dan rasanya jika diakitkan dengan pengalaman saya dilapangan, prediksi itu bukan isapan jempol. Yang serius harus diperhatikan sebenarnya, bagaimana mengatasi kecanduan rokok di kalangan anak-anak?

Fatwa haram rokok menjadi polemik. Ada yang kontra dan juga pro. Tapi selalu berhenti sampai di situ. Industri rokok terus saja digenjot. Regulasi untuk melindungi kesehatan masyarakat terlihat sangat minim. Alih-alih ingin menyehatkan rakyat Indonesia, kita sendiri saja sudah tersandera oleh raksasa-raksasa perusahaan rokok lewat setoran cukainya yang bisa mencapai Rp  42 trilyun. Belum lagi berbagai dukungan dana lewat event olah-raga, yang sangat membutuhkan dana besar di tengah keterbatasan kocek pemerintah.

Coba simak data ini. Bagaimana kita bisa melawan industri rokok kalau kapitalisasinya saja begitu besar. Kita jelas telah tersandera oleh gurita bisnis rokok yang telah menerobos begitu jauh dalam perekonomian Indonesia. PT HM Sampoerna yang merajai pangsa pasar per 17 maret ini sudah mengkapitalisasi hingga Rp Rp 59,17 triliun.

Sedangkan Gudang Garam yang berada di bawahnya, seperti dinyatakan oleh Bursa Efek Indonesia telah mencapai Rp 52,14 triliun. Meski begitu perusahaan ini masih cukup mendominasi pasar dalam negeri. Bagaimana dengan  PT Bentoel Internasional Investama? Nilai kapitalisasinya juga cukup moncer di angka  Rp 2,89 triliun.

Nilai itu tentu saja berkaitan erat dengan produksi rokok yang menjadi produk inti. Satu perusahaan rokok, sebut saja Gudang Garam bisa lho memproduksi hingga 70 miliar batang. Bagaimana dengan perusahaan lainnya? silahkan saja hitung sendiri. Yang saya fikirkan berapa trilun batang rokok saja yang sudah di jejali ke mulut-mulut rakyat Indonesia, dan berapa ratus juta orang diantaranya harus dipaksa menghirup racun yang tidak di hisap.

Pemerintah memang mustahil untuk memangkas produksi rokok secara mendadak karena itu pasti akan mengguncangkan perekonomian. Paling-paling yang dilakukan hanya menaikkan cukai rokok yang mulai april 2010 ini dinaikkan lagi. Sehingga target setoran cukai yang telah dinaikkan dari Rp 54 triliun menjadi Rp 57 triliun bisa tercapai. Pemerintah juga kelihatannya tenang-tenang saja soal fatwa haram rokok dan tetap optimis target cukai tercapai.

Banyak yang menilai cukai dari rokok di Indonesia termasuk yang terendah di dunia, yakni 37 persen. Padahal, mestinya bisa ditingkatkan terus paling tidak ke titik 57 persen. Barangkali harapannya kas negara menggelembung, sekaligus konsumsi rokok menurun karena harganya yang melonjak.

Pertanyaannya, apakah efektif unotuk mengekang konsumsi rokok yang setahunnya bisa mencapai Rp 100 triyun itu. Lebih menyedihkan lagi, masyarakat kita lebih gemar membelanjakan uang untuk rokok ketimbang untuk berobat. Maka, saya setuju jika Jamkesmas tidak berlaku bagi masyarakat kurang mampu yang  perokok . Kebijakan ini mungkin terlihat kejam, tetapi akan efektif memberikan pelajaran buat mereka, betapa kesehatan itu mahal.

Kalau saya sih, alhamdulillah bukan perokok. Tapi lingkungan saya, teman saya kebanyakan perokok. Bagaimana donk?!! []

Bojong Kulur: 17:03:2010

Supaya Sofa Enak Diduduki

Saat ini, sofa merupakan salah satu alat kelengkapan dalam interior rumah. Memiliki sofa bahkan serng dianggap bagian dari gaya hidup keluarga moderen. Keberadaan sofa diyakini mampu meningkatkan keindahan ruang tempat sofa. Berikut beberapa tips yang dapat anda gunakan sebelum membeli dan merawat sofa :



Model

Pastikan sofa yang anda beli modelnya tidak ketinggalan jaman dan sesuai dengan arsitektur rumah anda. Jika rumah anda berarsitektur tropis jangan memilih sofa yang modelnya minimalis. Sesuaikan pula ukuran sofa dengan luas ruangan tempat sofa itu akan diletakkan.

Kualitas

Pilihlah sofa berkualitas baik, namun dengan harga yang terjangkau. Jika memungkinkan pilihlah sofa yang dibuat dengan bahan kulit asli. Perhatikan pula kualitas karet pegas dan busanya.

Warna

Pemilihan warna sangat bergantung pada selera. Jika anda menyukai kesan bersih, pilihlah warna terang dengan risiko sofa mudah terlihat kotor. Sebaliknya, jika anda memilih warna gelap, sofa anda takkan terlihat eye-catching. Jalan tengahnya, pilihlah warna netra seperti coklat atau gading.

Penempatan

Jangan letakkan sofa di bawah sumber cahaya langsung karena akan membuat warnanya cepat kusam dan kulit pelapisnya cepat retak.

Perawatan

Jika sofa terbuat dari kulit, oleskan pelembab kulit setidaknya tiga bulan sekali. Bila sofa kulit terkena noda, segera bersihkan dengan menggunakan spons yang lembut yang telah dibasahi dengan sedikit air.

[sumber: harian bisnis jakarta]

Ada Apa dengan Fatwa

Tiap kali fatwa keluar, selalu saja menimbulkan pro-kontra. Mestinya kan tidak begitu. Herannya, mengapa tiap ada fatwa kita dibuat sibuk. Fatwa jelas tidak mengikat bagi semua orang. Jangankan dengan yang non-muslim, bagi yang muslim saja juga tidak kok. Fatwa hanyalah pendapat sebagian ulama, yang tentu saja akan berbeda dengan ulama lainnya.

Jadi, kalau ada fatwa haram atau apapun itu, hukum akan mengikat bagi yang menyakininya saja. Fatwa juga bukan sesuatu yang bisa dipaksa-paksakan pada seluruh kaum, termasuk bagi umat muslim secara keseluruhan.Namanya juga pendapat.

Sebut saja fatwa haram merokok yang diwacanakan Muhamadiyah. Bagi orang-orang Muhamadiyah tentu saja haram jika nekat merokok, jika kelak fatwa haram itu dikeluarkan.

So, bagi yang tidak meyakini fatwa itu apakah lantas pantas kita hakimi berdosa? Kalu iya, hebat betul kita. Hak membebani dosa atau menganjar pahala itu mutlak milik Allah SWT. Apa pantas manusia mengambil alih hak Allah?

Jadi, sebaiknya kita tidak usah selalu ribut jika sebuah fatwa keluar. Kita sambut saja sebagai perbedaan. Toh, fatwa yang sering dikeluarkan itu juga baik-baik saja. Walaupun kita akui sebuah fatwa juga bisa menimbulkan dampak bagi sebagian yang lainnya.

Soal larangan merokok? Memang diakui akan menggerus penerimaan cukai negara yang tahun ini dipatok Rp 57,29 triliun. Meski hingga 10 Maret 2010 cukai yang sudah dikumpulkan mencapai Rp 12,75 triliun atau 22,26 persen, kalau fatwa ini bergulir, memang bisa-bisa mengancam penerimaan negara.

Tapi apakah kita harus panik? rasanya tidak perlu. Toh, fatwa itu tidak mengikat bagi banyak orang. Masih ada penikmat rokok lainnya yang bisa menghidupi pabrik-pabrik rokok itu. Begini, kalau memang ingin menyehatkan rakyat Indonesia, sekalian saja buat aturan yang ketat.

Regulasi harus dibuat pemerintah, karena hanya lewat cara itu peredaran rokok bisa dibatasi. Saya sama sekali bukan orang yang anti-fatwa. Sebagai orang yang anti-rokok saya menyambut baik pengharaman rokok itu, tetapi tidak lantas membabi-buta.

Perlu ada solusi tepat mengatasinya. Bukan cuma pemerintah saja yang ketetaran. Para penggiat olah-raga juga teriak. Selama ini berbagai kegiatan nyaris 100 persen biayai industri rokok. Industri lainnya, masih mikir-mikir. Lantas petani tembakau, kemana mereka harus menyalurkan hasil panennya? Para pekerja di industri rokok, apakah ada yang sudah siap menampung?

Menurut saya, antara fatwa dan industri rokok berikut yang menyertainya tidak perlu dipertentangkan. Biarkan saja fatwa keluar dan diikuti oleh umat yang meyakini. Justru kuncinya ada di pemerntintah, seriuskah ingin mengikis produksi-produksi rokok itu?

Satu lagi, kabar yang menyebutkan bahwa fatwa yang dikeluarkan itu beraroma fulus memang patut pula sayangkan. Jika benar, sungguh dzolim kita. Mempermainkan umat lewat kekuasaan agama : ulama. Namun, bagi saya selama fatwa itu membawa kebaikan sah-sah saja. Kecuali kalau sebaliknya. Kita pantas untuk mengutuk, rasanya.

Yang justru menyedihkan, pemerintah justru menghapuskan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk minuman beralkohol mulai 1 April ini.

Dengan pajak saja sudah marak, apalagi jika minuman memabukkan ini dibebaskan dari biaya. Sulit membayangkan bagaimana minuman-minuman itu nantinya bergerilya dengan liar di cafe-cafe, bar, diskotik, warung remang-remang dan lapak-lapak.

Bukan tidak mungkin pula cairan haram-jadah tersebut mampir secara sembunyi-sembunyi di balik tembok pagar sekolah. Ini mestinya yang harus menjadi keprihatinan kita. Meski pemeritah berdalih kebijakan itu untuk membabat penyelundupan, yang kian nekat saja.

Kalau yang ini tidak membutuhkan fatwa, toh!! []

Gelora: 16:03:2010

Senin, 15 Maret 2010

Pendekar Gadungan

Nafasku tiba-tiba sesak. Mataku terbelalak mengumpulkan kekuatan menghalau serangan yang secara mendadak menyerbu dari segala penjuru : belakang, depan, dan dua sisi samping. Lima pemuda tanggung ini seperti hilang akal. Dengan dengus menderus, mereka tanpa ampun bernafsu ingin menerkamku. Tangannya dimaju-mundurkan. Telapaknya tegak lurus diarahkan tepat ke dadaku. Kakinya serempak maju selangkah-selangkah. Mata tajam itu menghunus tepat ke mukaku.

Aku waspada dengan segala kemungkinan. Ekor mataku bergerak cepat ke kiri-ke kanan, agar tak kecolongan. Sesekali aku geser kuda-kuda ke samping. Dari belakang, bisa saja musuhku itu memberikan hajaran mendadak. Waktuku makin sempit. Tidak banyak lagi kesempatan untuk mempertahankan diri. Lengah sedikit, tubuhku bisa-bisa remuk dihajar pemuda tanggung itu.

Aku memejam. Tenaga, ku kumpulkan sebisa-bisanya. Kakiku membentuk kuda-kuda kokoh. Nafas, aku tarik dalam-dalam hingga terpusat di dada. Dua tanganku membentang, kemudian ditelungkupkan di atas kepala, sebelum kemudian kutarik sejajar puting susuku. Huaaaaaaah.........!!! Suaraku menggelegar bersamaan dengan hentakan kaki kiriku dan dorongan dua telapak ke arah depan, juga samping. Aku juga memutar ke arah belakang.

Gubraggggggk....Bragggg!!! satu-satu musuhku lantak ke bumi. Ada satu-dua yang mencoba bangkit. Ku hentak lagi. Ia terhuyung-huyung, sebelum akhirnya tergeletak. Mereka kehabisan nafas.....

***

Aku mendapatkan ilmu itu secara tidak sengaja. Karena kebetulan saja aku dan lima kawan IntanSatuku dulu aktif di mesjid. Adalah pembina remaja mesjid yang mengajak kami menuntut ilmu bela diri bergaya gaib seperti itu. Dulu, ketika kami masih anak-anak dan bersekolah SD, kami pernah juga belajar bela diri Tapak Suci, tapi tidak pernah tuh diajari seperti itu. Aneh, sekaligus menantang. Tawaran untuk bergabung pun kami amini.

Keanehan perguruan silat ini sebenarnya sudah muncul sejak awal. Ketika kami dibaiat, sang Guru mengisi ilmu ke dalam tubuh kami. Tubuhku ketika itu bergeletar hebat. Tanganku seperti kesetrum. Yang menakjubkan, tanganku bisa bergerak-gerak sendiri. Batang leherku seumpama mainan Yogya, bergodek-godek sulit dihentikan.

Itu belum seberapa, beberapa kawanku yang mendapatkan giliran sebelumnya bahkan bertingkah seperti maung. Mengaum, berguling, mirip betul macan yang sedang birahi. Kami terkekeh mencermati kelakuannya.

Nah, ini yang membuat kami rada ragu. Di tiap-tiap akhir baiat, kami diminta untuk menyetorkan sejumlah uang. Masing-masing orang berbeda rupiah.

Aku ketika itu dikenakan Rp 150-ribuan. Gilaaaa!!! uang sebanyak itu dari mana. Untuk bayar uang semesteran saja sudah empot-empotan. Kawanku yang lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Yang membuatku geli, darimana sang Guru mendapatkan jumlah itu. Katanya,ia mendapatkan telepati dari 'atasannya'. Hmmm,....aku masih sulit menerima. Baik secara definitif maupun kuantitatif.

Kami juga diberikan keringanan. Uang baiat bisa dicicil. Hahhh?? seperti bayar kredit panci keliling aja, ya. Bedanya, ini bisa dibayar kapan saja. Tetap saja aku sulit menyanggupi. Tapi kami tak terlalu serius menanggapinya. Latihan sih jalan terus. Dan, syukurnya, karena sering aktif di mesjid, lantai dua yang sering kosong, bisa dijadikan arena pertempuran. Hanya sekali-dua kalau tak salah kami mengikuti pertemuan masal sesama saudara seperguruan. Itupun tak sampai berjumpa dengan sang Guru Besar.

Hingga kami hengkang, rasanya tak satupun dari kami yang memenuhi janji untuk membayar uang muka itu. Itu barangkali yang membuat ilmu ini tersendat ditransfer meski sering dilatih. Tapi aku heran meski tubuhku seperti tidak ada kesaktian mengapa kawan-kawanku terpelanting sampai beruling-guling kalau aku hentaak???

Baik, aku akui saja di sini. Ketika posisiku sebagai penyerang, sejatinya aku tak merasa ada penghalang, tepat ketika kawanku sebagai objek menghentak-hentakan kaki atau teriak-teriak. Kalau mau, aku bisa saja terus maju dan memukul kawanku yang sedang kesumat dengan mudah. Tapi tindakan ini tentu tidak etis toh??

Tapi demi solidaritas, aku ikut berguling-guling. Dan, akting itu aku lakoni selama kami latihan. Ada dua alasan. Aku berupaya empati terhadap kawanku yang tentu ingin sekali terlihat sakti. Kedua, aku juga ingin dong dianggap sakti. Kalau aku tidak berguling-guling, jangan-jangan mereka juga enggan pula berguling-guling kalau aku serang.

Aku tak ingat, mengapa kami akhirnya benar-benar berhenti dari perguruan itu. Bosan bersandiwarakah? atau memang instink kami saja yang tak bisa menerima hal-hal tak masuk diakal seperti itu. Apa mereka punya alasan lain? tanya saja langsung...

Bojong Kulur: 15:03:2010

Rabu, 10 Maret 2010

sajak harmoni

gunung gemar menusuk awan
kutanya bagaimana bisa tetap damai

tebing hidup bersama terjal
kau kagum dua yang saling melengkapi

hujan beriringan dengan badai
kuragu diantaranya menyelingkuhi

laut selalu beriak dengan ombak
kau pun heran harmoni di keduanya

di ujung cerita aku dan kamu berdampingan
kita lantas tersenyum apa mampu seperti mereka

Gelora: 10:03:2010

Selasa, 09 Maret 2010

Java Jazz Kampungan!!!

Perhelatan besar tak selamanya menyajikan kepuasan. Sebut saja acara tahunan Java Jazz Festival Internasional yang digelar 5,6,7 Maret lalu. Memang, panitia berhasil mendatangkan super artis dari dalam dan luar negeri. Jagad kemayoran dibuat goyang oleh gemerlap dan degupan musik jazz dari balik-balik panggung.

Para pengunjung dipaksa untuk mengikuti selera musik jazz atau yang dijazz-jazz-kan. Entah apakah ribuan penonton yang memadati Kemayoran Ekspo itu mengerti apa yang akan mereka tonton. Saya curiga mereka hanya terbawa arus, atau ikut-ikutan agar bisa dibilang berkelas. Maka, harga Rp 240 ribu terasa ringan. Saya juga tidak habis mengerti dari mana para ABG yang ikut meramaikan pentas akbar jazz itu mendapatkan uang. Barangkali bagi sebagian orang uang ratusan ribu sangatlah berarti, mungkin tidak bagi mereka yang doyan keramaian. Bahkan, bisa jadi harga itu terlalu ringan!

Pantia memang pintar menjaring penonton. Dipasanglah artis pop, macam Glen Fredly juga Andre Hehanusa. Dari luar negeri ada Baby Face. Orang dibuat histeria untuk sesuatu yang, barangkali setahun sekali didapati. Saya coba memasuki histeria itu, tetapi gagal, dan justru kecewa berat.

Panitia sama sekali tidak profesional, kampungan dan sangat-sangat menyebalkan. Saya coba antri untuk masuk ke hall A2 dimana Glen akan pentas. Sejak jam 21.30 saya sudah berjejal di muka pintu, yang sebenarnya masih cukup jauh. Ratusan orang sudah mengular di belakang. Tetapi hingga pukul 22.00, Sabtu malam itu, tepat dimana Glen akan menyanyi pintu tidak juga dibuka. Saya paham, orang-orang ini kesal, tetapi mungkin jaga gengsi. Mereka semua bungkam. Seperti terhiponitis orang-orang ini. Sampai 35 menit mengantri tidak ada kejelasan, kok, masih saja diam.

Saya yang berada jauh dibelakang dari penjaga pintu terpaksa teriak, minta informasi. Hanya informasi, bukan memaksa, meski sebenarnya pantas juga kalau saya menuntut itu. Sekali lagi, saya tidak menuntut untuk masuk, saya hanya butuh kejelasan. Titik.

Kalau memang di dalam sudah sesak, saya akan memilih pertunjukan lain. Saya ini bukan penggila Glen. Saya hanya ingin saja menonton artis hitam itu menyanyi. Bodohnya, ratusan orang yang mengantri diam saja. Ketika saya teriak dengan lantang, beberapa orang coba mengikuti. Tapi hanya sebentar. Protes mereka berbeda : mereka menginginkan masuk karena sudah banyar cukup mahal. Tapi saya tidak, saya hanya menuntut kejelasan. Itu saja!

Tapi panitia Java Jazz yang ada di depan pintu itu seperti orang tolol dan dungu. Ia hanya memberi isyarat dengan tangan disilang-silang. Mungkin maksudnya penonton tidak dapat masuk lagi. Tapi, mestinya ada penjelasan mengapa mereka tidak bisa masuk. Benar-benar panitia dungu…

Saya akhirnya memutuskan tidak jadi nonton Glen. Saya sungguh tidak menyesali keputusan itu, karena setengah jam kemudian, saat akan pulang saya masih melihat antrian setia mengular. Saya hanya mengira-ira, pantia-panitia dungu itu masih saja tidak memberikan informasi jelas. Kalau sudah tentu mereka sudah bubar, atau kalau dibuka lagi mestinya antrian bergerak.

Penonton tidak mendapatkan hak semestinya. Informasi jadwal saja harus dibeli sepaket dengan sebuah majalah musik seharga Rp 20 ribu. Konyol betul. Pengunjung hanya membutuhkan jadwal, tidak majalahnya. Tapi mereka dipaksa dengan kondisi. Beberapa orang terpaksa membeli dan sebagian lagi memfotonya di dinding-dingin yang menempel terbatas di booth informasi. Saya kecewa berat!!! []

Gelora: 09:03:2010

Bara Itu Berinitial C

Anda boleh kaget, atau silahkan geleng-gelengkan kepala. Sebuah kerja tiga bulan yang menyita begitu banyak biaya, energi dan perhatian berhenti di titik C. Pansus Century yang semula diharapkan dapat memberikan banyak kejelasan soal silang sengkarut, sakwaksangka, tuduhan dan saling ancam hanya dijelaskan oleh satu huruf : C.

Untuk mendapatkan huruf C juga bukan perkara mudah. Kita harus menyaksikan para wakil rakyat yang terhormat itu unjuk urat moral di hadapan publik. Tindak laku mereka sungguh menggelikan dan lucu. Menggemaskan dan terkadang menjijikkan. Norak, kampungan. Padahal, mereka hadir di sidang itu tidak gratis. Satu kali datang di Paripurna selama dua hari, pada Senin dan Selasa itu cukup besar lho. Mencapai Rp 5 milyar!

Data yang dicuplik dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebutkan, untuk ketua DPR honor seharinya mencapai Rp 6 juta. Sedangkan untuk empat wakil ketua yang jumlahnya empat kepala selama dua hari mencapai Rp 22 juta. Bagi anggota DPR yang jumlahnya 426 orang, negara harus merogoh sebesar Rp 2,1 milyar. Itu artinya, masing-masing dari mereka saat beraksi panggung di Senayan itu dibayar Rp 5 juta perhari. Memang murah jika dibandingkan dengan artis yang kalau show langsung bisa mencapai puluhan juta untuk beberapa menit saja.

Yang membuat geli, rekomendasi Pansus Century untuk opsi A yang menerima langkah bailout dan opsi C yang mempersalahkan pemerintah, coba dipadukan dalam opsi A plus C. Dua kebenaran versi yang coba dicampuradukkan. Kacau!!.

Coba anda pikir, bagaimana sebuah kebenaran harus divoting dan dipilih berdasarkan suara terbanyak. Kebatilan coba disamar-samarkan dengan kebenaran. Apakah air zamzam yang suci itu bisa tetap sakral dan enak diminum serta halal jika dipadukan dengan alkohol. Sensasinya mungkin dapat, tapi apakah kebenaran dan kebatilan bisa seenak-enaknya saja dipersatukan.

Konyolnya lagi, jika sebuah kebenaran dilandaskan atas sebuah kepentingan dan suara terbanyak. Kalau itu yang dianut, dunia bisa rusak. Nilai-nilai kemanusiaan bisa saja bergeser ke arah selera. Padahal, selera belum tentu bisa sesuai pada peradaban. Kebenaran tidak bisa divoting dan ditentukan oleh segelintir orang. Makanya, saya sejak awal tidak terlalu tertarik dengan ribus-ribut Century terlebih setelah rekomendasi dibuat berdasarkan voting. Aneh,…

Sekarang, kebenaran versi voting sudah keluar. Dan, kesepakatan politik itu memang memiliki kekuatan hukum. Pemerintah akan tersandera oleh huruf C. Tapi, tanpa ada pansus yang menguras energi berhari-hari pun sebenarnya pemerintah sejak awal memang menginginkan kesalahan diteruskan ke jalur hukum. Dan, bukankah itu diinginkan Pansus?

Cuma memang, tanpa desakan kuat barangkali pengusutan skandal ini tetap dipertanyakan. Yang membuat saya khawatir sebenarnya persoalan kredibilitas pemerintah. Rekomendasi jelas menyebutkan Boediono dan Sri Mulayani Indrawati dianggap yang palig bertanggung-jawab.

Meski Presiden telah pasang badan, dengan mengatakan kebijakan bailout benar, tetap saja ada bara dalam sekam. Lihatlah, beberapa saat sejak pidato tanggapan disampaikan SBY, segala protes tetap muncul. Aksi protes terhadap Sri Mulyani dan Beodiono tetap kencang disuarakan.

Beberapa elit saya yakin akan pasang strategi baru untuk terus menggoyang-goyang. Jelas, mereka tidak puas jika hanya menyelesaikan Century lewat jalur hukum. Harus ada imbas politik terhadap kasus ini. Beberapa diantaranya ada yang menyuarakan agar DPR mengajukan hak pendapat : sebuah hak yang dekat dengan proses pemakzulan.

Kelihatannya energi bangsa ini masih akan terkuras untuk beberapa bulan ke depan setelah ada jeda sejenak. Padahal, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mengangkat segera rakyat dari kesulitan

Kasus Century mungkin reda tapi belum padam. Ada sisa bara yang siap disulut kapanpun. Itu akan sangat tergantung kepentingan dan momen yang tepat. Jadi, skandal ini jauh dari selesai. []

Gelora : 08:03:2010

Selasa, 02 Maret 2010

Mengalahkan Kemiskinan Lewat UKM

Kunjungan Proyek-proyek ADB (2-Habis)

Kemewahan di sebuah kota besar selalu menyembunyikan kemelaratan dan kemiskinan. Pun begitu yang terjadi di Manila, Filipina. Hamparan gedung bertingkat mungkin akan mudah ditemui di pusat kota. Tetapi coba bergeser beberapa kilometer ke selatan Manila, kesemrawutan rumah penduduk miskin mudah di Jumpai.

Saat Bali Post berkunjung ke salah satu perkampungan kumuh di Alabang, sungguh dikejutkan dengan suasana yang mirip kehidupan pinggiran Jakarta. Lorong sempit yang lebarnya tak lebih dari 1,5 meter, rumah semipermanen berdempetan, got hitam penuh sampah, bau, penduduknya bergerombol di pos gardu sambil bertelanjang dada. Dan, anak-anak yang asyik bermain bola di sebuah lapangan basket, ditemani anjing dan burung yang membuang kotoran sembarangan. Di sudut lain, beberapa anak muda khusyu menghitung togel.

Kondisi ini sesungguhnya tak mengherankan. Sebab, angka kemiskinan di Filipina tergolong tinggi. Data 2007 menyebutkan, terdapat 27,6 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dari total populasi 88,6 juta atau 31 persen. Bila dilihat per KK-nya maka yang tergolong miskin mencapai 27 persen atau 4,67 juta KK dari 17,4 juta KK. Tingginya angka kemiskinan ini terjadi sejak puluhan tahun lalu. Sedangkan batas kemiskinan yang ditetapkan pemerintah Filipina sejak 2006 adalah warga yang berpenghasilan di bawah Rp 3.720.000 per tahun.

Namun, ada yang membedakan di perkampungan kumuh yang ditempati 1.000 KK itu. Di sudut gang, sebelah barat lapangan basket berkumpullah 35 ibu-ibu dari keluarga miskin. Selasa siang pekan lalu itu, mereka mengadakan rutin mingguan dalam suasana hangat di sebuah ruang kelas TK berukuran tak lebih dari 5x6 meter persegi. Topik yang dibicarakan tak main-main yakni membahas pengembangan usaha mikro produktif.

Langkah ini mereka lakukan untuk bisa tetap bertahan hidup. Menurut pengakuan July Cuyoca (45), para ibu rumah tangga miskin bergabung membentuk perkumpulan yang biasa disebut Center, ata dorongan lembaga keuangan mikro pro pengentasan kemiskinan, ASHI.

Melalui Center, berbagai ibu rumah tangga miskin mendapatkan bantuan pinjaman pengembanga usaha mikrodari Rp 1,24 juta sampai Rp 4,96 juta dengan jangka waktu pengembalian enam bulan hingga setahun. Sedangkan bunga yang ditetapkan seperti BPR di Indonesia, yakni 25 persen per tahun.

Berdasarkan pengalaman July, dari Center ia mendapatkan bantuan pinjaman Rp 1,24 juta dengan jangka waktu 25 minggu. Selanjutnya dana itu ia gunakan untuk bisnis penjualan hasil bumi seperti kacang yang dibeli dari kota lain, Baguyo, ketempat tinggalnya sehingga mampu membantu meningkatkan pendapatan keluarga. "Ini sangat membantu. Kalau rentenir bunganya bisa mencapai 20 persen per bulan," katanya.

Center didirikan tahun 2000 dengan anggota hanya lima orang. Dinilai sangat bermanfaat, kini jumlahnya menjadi 35 orang,yang terbagi dalam tujuh kelompok usaha. Pertemuan tidak hanya menjadi tempat untuk membayar cicilan dan mendapatkan pinjaman. Tetapi, yang jauh lebih pentingjuga dibicarakan strategi bisnis dan silaturahmi.

Hal lain yang membuat Center diminati adalah sistem pinjaman yang melandaskan pada kepercayaan, karena tidak diperlukan jaminan seperti di bank. Namun, untuk menjaga profesionalitas dan kepercayaan ibu rumah tangga penerima pinjaman harus memiliki kepribadian baik dan serius ingin berusaha membantu ekonomi keluarga, dan mereka digabungkan dalam satu kelompok sebagai mekanisme pengawasan antar ibu rumah tangga.

Lembaga pendanaan kecil ini juga mengharuskan anggotanya menabung Rp 3.720/minggu. Sebagian untuk premi ata utang jika anggotanya meninggal, dan untuk membiayai pemakaman anggota atau keluarga anggota yang meninggal dunia. Hingga Januari 2009, pinjaman ibu rumah tangga di Center mencapai Rp 79,6 juta. Sedangkan dana simpanan mencapai Rp 29 juta.

Manajer cabang ASHI South Manila Nolie C Libng mengakui, tujuan utama didirikannya ASHI sejak 1989 adalah untuk menolong penduduk Filipina yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selanjutnya, pada 1991, lembaga ini mendapatkan pengesahan dari pemerintah. Selain itu, keberadaan lembaga ini juga mendapat dukungan dari berbagai lembaga, salah satunya Bank Pembangunan Asia atau ADB.

Untuk memperluas jangkauan ASHI membentuk cabang di sejumlah provinsi yang kini telah mencapai 20 cabang. Dari 20 cabang tersebut, masing-masing memiliki 50 Center dengan jumlah penduduk yang diberdayakan mencapai 15 ribu jiwa. Pendanaan didapat dari berbagai sumber seperti dari perusahaan pembiayaan untuk pengentasan kemiskinan, People's Credit and Finance Corporation (PCFC).

Sementara salah satu sumber dana PCFC adalah ADB yang berkantor pusat di Manila. Lembaga multilatera ini menggelontorkan dana pinjaman pengembangan usaha produktif warga miskin melalui PCFC sekitar RP 416,4 miliar.

Bali Post : 11:03:2009

Senin, 01 Maret 2010

Vietnam yang Mulai Terbuka

Kunjungan ke Proyek-Proyek ADB (1)

Bagi sebagian orang, Vietnam dianggap sebagai negara yang menakutkan karena demokrasi tidak berjalan. Kekuatan partai tunggal yang begitu besar memang bisa menjadi "tangan besi" yang mengungkung hidup rakyatnya. Benarkah? Berikut laporan wartawan Bali Post Ahmadi Supriyanto ketika mengunjungi beberapa proyek ADB (Asian Development Bank) di Manila dan Vietnam (Saigon) 1 hingga 7 Maret 2009 lalu.

VIETNAM kini telah mengalami perkembangan begitu pesat. Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan penuh semangat. Jalan tidak saja mengalami pelebaran badan jalan tetapi juga kualitas. Beberapa jembatan penting yang melancarkan arus barang dalam pengerjaan akhir. Tak heran jika investor mulai melirik negara sosialis ini. Selain soal infrastruktur, Vietnam berusaha memaksimalkan kelebihan yang dimiliki.

Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Pitono Purnomo mengatakan, upah buruh di Vietnam yang murah dan relatif tingginya tingkat keamanan menjadi faktor penting daya tarik Vietnam. Bisa dikatakan, buruh di Vietnam tidak penah mogok kerja apalagi unjuk rasa.

Hal ini diamini Sales and Marketing Manager Namhoa Corporation Nguyen Thanh Hu. Perusahaan yang mendapatkan dana dari penerusan pinjaman dari ADB ini memberikan upah Ro 900 ribu-Rp 1,32 juta/bulan. Meski begit bukan berarti produktifitas mereka rendah. Dengan dukungan 900 pekerja, Namhoa yang berlokasi di sekitar Ho Chi Minh City (HCMC) ini mampu memproduksi lima juta item mainan edukatif dari kayu/tahun dengan pangsa pasar luar negeri seperti Jepang (30 persen), Korsel dan Eropa (20 persen) dan sisanya ke AS dan pasar domestik.

Ho Chi Minh City merupakan pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan utama di Vietnam. Serta, memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi Vietnam. Pada 2008, pertumbuhan ekonomi kota ini mencapai 11 persen atau jauh melampaui pertumbuhan ekonomi Vietnam 6,23 persen. Sementara, produksi domestik bruto kota dan pendapat per kapita kota ini tahun lalu mencapai 17,33 miliar dan 2.534 dolar AS.

Data Konjen RI di HCMC menyebutkan, HCMC merupakan kota tersebar di Vietnam dan berada di sebelah Selatan Vietnam dekat delta Mekong, sebelumnya, bernama Prey Nokor yang merupakan dermaga utama Kamboja sebelum direbut Vietnam pada abad ke-17. Kemudian bernama Saigon dan menjadi ibu kota koloni Prancis Cochincina dan kemudian ibu kota Vietnam Selatan dari tahun 1954 sampai dengan 1975. Pada tanggal 1 1 Mei 1975 Saigon digabung dengan provinsi sekitqar Gia Dinh dan berubah menjadi Ho Chi Minh City.

Sebagai kota bisnis utama di Vietnam, pemerintah pusat menempatkan perangkat pemerintah yang kuat di HCMC, dimana tercatat adanya 15 kantor perwakilan kementerian negara, termasuk Kementrian Luar Negeri dan 25 kota pelaksana kedinasan untuk melayani semua keperluan terutama yang berkaitan dengan pihak asing. Di HCMC juga terdapat 36 perwakilan asing tingkat Konsultan Jendral dan Konsul Jendral Kehormatan, disamping 17 asosiasi bisnis asing.

Bagi Indonesia, Vietnam merupakan pasar sangat potensial, khususnya untuk produksi industri ringan, seperti spare-part motor dan knalpot juga elektronik. "Pengusaha Indonesia masih punya baik di sektor ini," tandasnya.

Alasannya,menurut Pejabat Administratif Konjen RI di HCMC C, Oyon Cahyono Sirat, pengguna sepeda motor di negeri itu sangat tinggi.Sebagai contoh di HCMC, dari 6,8 juta penduduk, populasi motor mencapai 3,5 juta. Sedangkan pengguna mobil terbatas karena harganya yang tinggi juga diterapkannya pajak progresif untuk mobil.

Untuk mendorong UKM bisa berinvestasi di Vietnam, Kedubes RI, menurut Pitono, siap memberikan fasilitas pendukung ekspor bagi pengusaha Indonesia. Di antaranya membiayai analisa pasar terkait industri ringan. Ini bertujuan agar pengusaha bisa mengetahui karateristik dan kebutuhan pasar industri ringan di Vietnam. Fasilitas lain yang siap disediakan Kedubes RI adalah membuka akses kepada berbagai pengusaha di Vietnam.

Hal ini dilakukan dengan menghubungkan pengusaha Indonesia dengan Kadin setempat. Data Konjen RI menyebutkan, total perdagangan Indonesia dan Vitenam tahun lalu mencapai 2,5211 miliar dolar AS. Ekspor dari Indonesia ke Vietnam 2008 tercatat 1,728 miliar dolar AS atau naik 27,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan, impor dari Vietnam Indonesia tahun lalu tercatat 793,1 juta dolar AS atau turun 28 persen dibandingkan tahun sebelumnya []

Bali Post : 10:03:2009

Kantuk

pergi sana kubelum butuhmu
boleh lihat sebentar lalu cepatlah berpaling
jangan coba datang kalau kutakminta

ah, pasti kau bohong lagi
belum sebentar kuminta kau ingkar
tuhkan, mengapa kau menyergapku?

kubilang tunggu sampai aku sesambatmu
tubuhku masih kokoh
cakarku kuat menghujam bumi

lihat, lihat dengan jelas putik mataku
apa kau dapati sudah layu
belumkan?

makanya, pergi sana kubelum butuhmu
nanti, nanti kaukan tahu kapan saatnya
bukan sekarang, tidak saat ini

gelora : 02:03:2010