Senin, 28 Desember 2009

Penjual Buah Sialan!!

Sepekan lalu saya berbelanja buah di kios yang baru saja berdiri. Cukup lengkap dan bersih. Buah yang dijual terlihat dari pinggir jalan begitu segar dan menggiurkan. Nah, ini nih pilihan toko buah yang bisa dijadikan langganan, pikir saya. Paling tidak, selama ini, tiga hari sekali saya selalu beli buah di kios yang kecil dan kurang tertata rapi, walau saya akui buah-buahan yang dijualnya juga berkualitas baik.

Rupanya, penampilan bukan berarti cermin dari isi. Begitu seringnya kita tertipu soal penampilan. Terhadap seseorang juga begitu. Dengan gampangnya kita mencurigai  seorang yang berpenampilan kusam, klombrot, pakaian yang kurang baik dengan tuduhan di hati yang pasti negatif. Kita selalu menempatkan kata "Jangan-Jangan" dalam benak dalam pertemuan dengan orang bertipe seperti itu. Ini berbahaya karena tak selamanya apa yang kita duga benar. Barangkali justru di balik orang-orang seperti itulah kebaikan justru tersimpan.

Saya sekali lagi terjebak dalam pikiran seperti itu. Saat memasuki toko buah pinggir jalan itu, penjual toko yang saya duga juga pemiliknya memang berpenampilan rapi : baju dimasukkan, pakai kemeja dan celana bahan. Tidak bau keringat. Tapi, mukanya masam, tidak ramah dalam pelayanan. Saat saya  coba menawar dengan ketus dia berujar, "Harga pas GAK BISA DITAWAR."

Selera saya langsung jatuh, tapi saya tetap  bertahan. Beberapa buah pir saya buka dari bungkusnya. Karena dalam kondisi tidak baik, saya batalkan pembelian pir Ya Lie itu. Saya pun memilih pir madu. Agar bisa melihat jelas kondisi buah-buah itu, saya kembali buka bungkus-bungkusnya. Kontan ia menghardik, "Jangan dibuka-buka gitu. Kalau dibeli sih gak apa-apa."

"Lho, kalau tidak dibuka saya tahu dari mana kalau ini baik atau tidak," suara saya tak kalah keras.
"Saya jamin pasti bagus."
"Gak bisa begitu, itu namanya penipuan."
"Ya udah, mending gak usah beli aja," pejaja itu sewot.

Saya segera menarik badan keluar toko yang tiba-tiba serasa panas dan sumpek itu. Saya tak habis mengerti mengapa masih saja ada penjual yang ketus. Kalau pembeli tidak boleh memilih, apa itu tidak penipuan. Penjualan buah sialan itu, dalam hitungan bulan saya jamin pasti akan tutup jika tetap mempertahankan pelayanan seperti itu.

Saya pun kembali pada toko buah yang kecil dekat Pasar Pocong, Bojong Kulur itu. Meski penjualnya berbau keringat dan tak rapi, tapi masih ada senyum dari penjualnya. Jauh lebih penting lagi, di sana ada kejujuran. []

Bojong Kulur, 28 Desember 2009

Tidak ada komentar: