Rabu, 21 April 2010

Kejujuran Setengah Hati

Ulasan Film "Green Zone

Apa jadinya jika sebuah berita hanya mengandalkan pada satu sumber, tanpa cek ulang. Padahal, isu yang diangkat begitu sensitif. Lebih merepotkan lagi, laporan ini dimuat dalam satu surat kabar terkemuka : Wall Street Journal.

Irak yang berkecamuk di awal tahun 2003 begitu menyudutkan Amerika Serikat (AS). Isu Pemerintahan Saddam Hussein soal Weapons of Mass Destruction (WMD) atau senjata pemusnah massal benar-benar harus bisa dibuktikan. Hanya alasan itulah AS mampu menjustifikasi agresinya.  Film Green Zone (Universal) sungguh sebuah karya yang ingin mereposisi wajah AS secara tanggung. Ingin berusaha jujur, tapi di akhir cerita tetap dibiarkan menggantung. Atau jangan-jangan secara diam-diam memang tidak ingin disalahkan.

Untuk tugas maha berat itulah maka, AS mengirim Kepala Perwira Tinggi Roy Miller (Matt Damon) . Dalam keterbatasan waktu yang dimiliki Miller harus bekerja cepat.

Dokumen proyek WMD Saddam didapat Lawrie Dyne, sang reporter, rupanya dari sumber kedua, seorang petinggi di Washington. Sumber utamanya adalah seseorang yang disamarkan : “Magellan”. Ia seorang Irak. Berangkat dari sumber itulah, laporan itu muncul. Miller yang frustasi karena selalu gagal menemukan senjata pemusnah massal itu mulai curiga ada sesuatu yang janggal. Ia bahkan tegas mengatakan laporan inteligen tidak bisa dipercaya.

Lawrie sendiri sebenarnya sudah mencoba mencari data tambahan ke berbagai sumber, tetapi selalu dihalangi oleh pejabat di Pentagon. Jelas, tujuannya adalah untuk membuat isu itu berkembang seperti yang diyakini saat ini.

Paul Greengrass, sang sutradara, sengaja menciptakan konflik internal di dalam misi ini. Persis seperti ketika ia menggarap film “Bourne Supremacy” dan ”The Bourne Ultimatum”. Entah mengapa Matt Damon selalu ditokohkan sebagai orang yang kerap berseberangan dengan sebuah misi, dan selalu soal inteligen.

Film berdurasi 1 jam 45 menit ini memang penuh ketegangan. Layaknya film perang, banyak sekali  gambar bergoyang karena menggunakan teknik hand-held. Tentu maksudnya agar anda seolah berada dalam kancah konflik ketika menontonnya. Yang menarik, film ini juga soal perang inteligen.

Bagaimana kemudian, Miller ternyata juga didukung secara diam-diam oleh kepala CIA Bagdad Martin Brown (Brendan Gleeson). Ambisi Miller untuk mengungkap kebohongan laporan soal WMD awalnya berjalan mulus, berkat bantuan Freddy (Khalid Abdalla), seorang warga Irak.

Sayangnya, gerakan mereka terendus. Miller harus berkejaran dengan pasukan lain mengejar sumber penting laporan palsu itu : Mohammed Al Rawi. Tak jelas alasan apa yang membuat Al Rawi  harus membuat laporan bohong dan disebarkan ke inteligen AS. Mungkin lawan politik Saddam? Yang pasti ia menyesali keputusannya. Dan terang-terangan ingin memerangi pasukan AS.

Kisah ini memang lumayan menarik. Mungkin karena diinspirasi dari sebuah buku karya Rajiv Chandrasekran berjudul ‘Imperial Life in the Emerald City: Inside Iraq’s Green Zone’. Namun, akhir film yang dibuat di Maroko, Inggris dan Spanyol ini sungguh tidak enak.

Memang, Miller dengan begitu emosi bisa menyebarkan laporan inteligennya pada media, termasuk Wall Street Journal. Cuma ini yang membuat Lawrie benar-benar terpukul. Kredibilitasnya sebagai reporter dipertaruhkan. Miller  terang-terangan membantah laporan investigasi Lawrie. Tajuk laporan Miller : “Falsification of MWD Intel, The Truth About “Magellan”.

Apakah laporan Miller lantas dipercaya? Belum tentu. Sumber kunci kebohongan : Mohammed “Magellan” Al Rawi ditembak Freddy, yang kecewa negaranya “dijual”. []

Bojong Kulur: 22:04:2010

Tidak ada komentar: