Rabu, 14 April 2010

Antara Cinta dan Ideologi

Sinopsis dan Tinjauan Film "Form Paris With Love"





Jika anda pemuja cinta, bersiaplah kecewa. Ternyata, cinta bukan segalanya. Tak percaya? coba saja tengok adegan di penghujung film “From Paris With Love”. Dengan bengis agen CIA James Reese (Jonathan Rhys Meyers) menembak pujaan hatinya, Caroline (Kasia Smutniak), tepat di tengah kening. Demi misi penyelamatan, ia harus melakukan itu. Lantas dimana kekuatan cinta?

Reese memang tidak ada pilihan untuk menembak mati kekasihnya, yang tak lain teroris Pakistan yang sengaja disusupkan pada sebuah acara resmi kenegaraan Africa Summit di Paris. Juga tidak ada cinta sejati, kecuali ideologi. Caroline adalah sebuah misi. Di sekujurnya dilingkari bom yang siap membinasakan para delegasi.

Teroris paham betul, kelemahan pria salah satunya ada pada kemolekan perempuan. Caroline yang sejatinya tak sungguh mencintai staf Dubes AS untuk Prancis Bannington itu, memberinya sebuah cincin tunangan, yang juga berfungsi sebagai sebuah sinyal. Kebutaan cinta membuat segala gerak Reese mudah terpantau. Sikap melankolis seperti ini memang berbahaya untuk seorang agen rahasia.

Itulah barangkali alasan CIA mengirim Charlie Wax (John Travolta). Pria gempal, berkepala plontos ini disosokkan Pierre Morel, sang sutradara, sebagai pria kejam, tegas, slengean, juga humoris. Wax, memang mirip pemoles cat kendaraan. Ia dengan gampang ‘membersihkan’ siapa saja yang membahayakan misi.

Termasuk teman wanita Caroline, Nicole, yang secara kebetulan menerima telepon nyasar. Di saat mereka berempat bersiap makan malam, dengan tanpa belas kasih Nicole ditembak di pelipis kiri oleh Wax, hanya gara-gara ia menyebut kata ‘Rose’ : sebuah kata sandi teroris yang dipahami Wax. Film ini memang jauh dari judulnya. Mungkin ingin menyamarkan kesan kejam yang sungguh diumbar dalam film berdurasi 1,5 jam itu.

Aksi yang dipertontonkan memang asyik untuk dilihat, terutama bagi penggemar film kekerasan. Juga kalau anda senang film yang memamerkan gadget, atau detektif mungkin sayang untuk melewatkan film ini. Masalah utama film ini adalah, di salah satu adegannya mengapa harus dipampang besar-besar tulisan Allah dalam aksara Arab, pada sebuah dinding markas teroris yang disambangi Wax dan Reese.

Rasanya itu tak perlu, karena seolah ingin mengidentikan aksi teror adalah sebuah perintah agama. Sungguh menyakitkan!!!

Anehnya lagi, bagaimana bisa Caroline mampu menembus barikade pengawasan super ketat, padahal ia membawa begitu banyak bom mematikan meski tubuhnya dibalut jubah kuning hingga menutup kepala. Apa karena ID yang dicurinya dari Reese.Terlalu konyol kalau begitu…

Yang pasti, produk-produk film garapan Hollywood memang sebuah propaganda. Misi dibalut sebuah cerita. Penonton dituntut kritis dalam menyaksikan sebuah film. Jangan terlena oleh kehebatan aksi dan animasinya yang jujur diakui memang enak untuk ditonton. []

Bojong Kulur: 08:04:10

Tidak ada komentar: