Senin, 01 Februari 2010

Bocah-Bocah Perempatan

Malam begitu menggigit. Udara sehabis hujan Minggu malam itu masih menyisakan kelembaban yang membuat kulit terasa tipis. Tapi di perempatan itu, bocah-bocah seumuran anak saya yang belum genap enam tahun  justru bertelanjang dada. Mereka bermain di kubangan yang tersebar di dekat lampu lalu lintas Coca-Cola. Begitu asyiknya. Sebagian mengetuk-ngetuk kaca mobil meminta sejumlah uang. Atau, mencolek pengendara motor berharap ada tanda iba, sereceh koin.

Anak saya yang bersiap tidur, tiba-tiba terjaga. Ia merasa heran,  jam 12 malam begini kok masih saja ada anak-anak yang berkeliaran.

“Yah, kok malem-malem gini masih ada yang main sih?”
“Bukan main, sayaaang. Anak-anak itu lagi cari uang. Tuh lihat…,” jari saya menunjuk ke salah satu bocah berambut pirang.
Gak dicariin sama bundanya, apa?” Ia mulai menyelidik.
Saya agak bingung menjawabnya. Sebab, ia selalu ijin tiap kali ingin bermain ke luar, meski itu hanya di sebelah rumah.

"Temen-temenmu lagi bantu orang tuanya, sayang,…” istri saya menimpali.
“Emang ayah-bundanya gak kerja?” alisnya nyaris menyatu.
 “Ya kerja. tapi mungkin kurang,” jawab istri saya.
 “Makanya kamu harus bersyukur, masih bisa sekolah sama ikut les-les. Coba lihat tuh temen-temenmu, malam-malam gini masih di jalanan,” saya  berikan penjelasan tambahan.

Ia justru terdiam. Mungkin bingung. Nalarnya barangkali belum sampai untuk melihat realita : masih banyak anak yang tidak beruntung. Dibiarkan keleleran di raung liar penuh ancaman, atau bagaimana mereka bisa bertahan di sebuah lingkungan yang dipenuhi keacuhan, bahkan oleh orang-tuanya sendiri.

Bocah-bocah itu seperti tidak memiliki beban, apalagi berfikir soal risiko yang mengintai kapanpun. Bocah-bocah berkolor itu tetap saja berkecupak di kubangan, di  bawah lampu merkuri yang meluruhkan kulit-kulit hitamnya menjadi kuning.

Beberapa anak lainya terlihat syahdu menghisap sebatang rokok, yang lebih besar dari jari-jarinya yang kerempeng. Saya sulit membayangkan, anak-anak sekecil itu sudah dijejali racun mematikan.

Hujan tiba-tiba kembali turun, tepat ketika lampu berganti hijau. Bocah-bocah itu bergeming di perempatan. Menadahi hujan, berharap ada keberkahan di pagi yang buta. Saya melaju menuju rumah, dengan segumpal rasa ngilu di hati….[]

Sumur Batu : 31:1:2010

Tidak ada komentar: