Minggu, 24 Januari 2010

Operasi Dubur Jaya

Serombongan anak berbaju lusuh terbirit ke arah halte, menyesak masuk ke balik semak yang tak terlalu lebat. Di tangannya tergenggam kayu kecil berpaku tiga yang bertumpuk krup bekas tutup minuman. Beberapa ada yang mengantongi botol Aqua berisi beras. Ada yang bersusah memikul boks kotak bersenar kolor hitam . Yang berlenggang justru tersuruk-suruk, sulit mengharmoniskan rasa takut dan kecepatan kakinya.

Bocah-bocah itu menyembunyikan  jijiknya terhadap beberapa aparat gabungan yang akan memeriksa mereka. Bukan untuk ditangkap, melainkan diperiksa duburnya. Isu pemeriksaan dubur itu memang santer terdengar belakangan ini. Operasi berbau kurang sedap itu hinggap ke anak jalanan seantero Jakarta. Seperti operasi-operasi lainnya yang sering digelar Polda Metro untuk mengamankan situasi, kali ini operasi itu juga bertujuan sama : mengamankan dubur anak-anak agar tidak dinodai.

Coba anda bayangkan, jika orang macam Babeh yang sudah menyodomi puluhan anak itu dibiarkan, berapa banyak generasi ini yang hilang masa depannya. Dubur memang bukan kategori jenis kelamin. Meski begitu, ia tetap harus dilindungi dan posisinya juga sepenting  alat kelamin pada wanita. Yang kalau diperkosa menimbulkan trauma.  Dubur memang tidak memiliki selaput dara, tapi bukan berarti bisa sembarang dipakai.

Traumatik pemerkosaan dubur yang dilakukan  Baiquni,48, alias Babeh terhadap anak-anak itu bisa membekas dalam. Beberapa kasus sering terungkap, pelaku sodomi umumnya adalah korban juga. Ketika kecil ia sering diperlukan hal serupa, ketika besar seolah ingin membalaskan dendam. Entah, apakah sodomi yang mereka lakukan ketika dewasa di dasarkan oleh syahwat atau sekedar dendam. Rantai ini memang harus segera diputus. Jika tidak, maka generasi muda kita hanya akan dipenuhi oleh orang-orang yang doyan dubur. Mengerikan bukan?

Bukan itu saja, kalau dubur ayam yang dikonsumsi sih, masih enak. Meski berkolesterol tinggi, justru itu yang dicari. Tapi, kalau model Babeh yang mencari-cari dubur anak jalanan bukan cuma dinikmati hidup-hidup tetapi dalam keadaan mati, seperti kita menikmati dubur ayam. Bedanya disop dan tidak. Yang satu dinikmati lewat indra pengecap yang lainnya dicicipi lewat indar “perangsang”.

Kesadisan Babeh yang sejauh pengakuannya “baru” membunuh tujuh bocah memang mengerikan. Kalau dibiarkan, tentu nasib anak-anak berikut duburnya tentu menjadi dipertaruhkan. Sangat boleh jadi, Babeh bukanlah satu-satunya penikmat dubur  bocah jalanan. Masih banyakyang sedang mengincar dubur-dubur bocah yang sungguh harus dilindungi itu.

Yang dibutuhkan tentu saja bukan sekedar mendata para korban prilaku seks menyimpang itu, tetapi bagaimana melindungi mereka secara utuh, bukan saja duburnya. Tetapi kualitas hidupnya. Pendidikannya. Dan tentu masa depannya. Bukankah anak-anak terlantar menjadi kewajiban negara untuk menggasuhnya. “Operasi Dubur Jaya”, mungkin hanya langkah panik. Semoga bukan benar-benar memeriksa tunggir anak-anak kurang beruntung itu. []

Gelora: 24:01: 2010

Tidak ada komentar: