Kamis, 28 Januari 2010

Rasionalitas versus Mistik

Sinopsis dan Tinjauan Film "Sherlock Holmes"

Kegemparan menimpa masyarakat London. Mayat yang baru dikubur tiga hari sebelumnya, hilang secara misterius di sebuah kompleks pemakaman. Jasad memang ada tapi bukan milik Lord Blackwood, melainkan manusia cebol bergigi ompong. Dr John  Watson yang menyatakan kematian terpidana gantung itu terperangah. Reputasinya sebagai dokter dipertaruhkan. "Bagaimana saya bisa percaya pada seorang dokter yang untuk membedakan orang mati dan hidup saja tidak bisa," teriak Sherlock Holmes pada sejawat kerjanya.

Ancaman Blackwood pada Holmes sesaat sebelum ia dieksekusi di tiang gantungan terbukti. Bahkan, pemuja setan itu mengingatkan Holmes akan pembunuhan berantai berikutnya.  Rakyat dibuat panik luar biasa karena ilmu hitam bakal menguasai jagad Inggris. Pembunuhan lima wanita  sesembahan oleh Blackwood, yang mengantarnya pada kematian palsu itu, menjadi kasus misterius yang harus diungkap Holmes.

Petualangan pun dimulai. Film Sherlock Holmes garapan Guy Ritchie berdurasi 134 menit, sejatinya bukan film pertama yang pernah dibuat. Karya klasik 1800-an itu tetap aktual sampai kapanpun. Apalagi, ketika dunia makin rasional dan menepikan hal-hal berbau mistik. Holmes yang diperankan begitu memukai oleh Robert Downey,Jr tampil jenaka, nyentrik dan penuh kejutan. Lompatan-lompatan cerita yang dibuat oleh Arthur Conan Doyle, pembuat detektif fiktif itu, mulanya membingungkan. Di ujung cerita ada rajutan logika yang mematahkan asumsi awam.

Ketika banyak orang panik dan mempercayai tahayul, Holmes dengan penuh keyakinan menyelidiki dan mengumpulkan satu persatu bukti tipu daya Blackwood (Mark Strong). Holmes misalnya, membeberkan bagaimana hukuman gantung yang dijalani Blackwood tak lebih sebatas aksi panggung. Lehernya tidak benar-benar dijerat, tapi dikaitkan dengan ikat pinggang yang tersembunyi di perut. Untuk mengelabui Watson-terlalu tampan diperankan oleh Jude Law-Blackwood menggunakan ramuan yang memanupulasi denyut nadi.

Cerita yang dilihat dari sudut pandang Watson begitu ditel dan  tajam. Pengambilan gambar jarak dekat dan lambat,  mengingatkan  kita pada acara "Warp" di Discovery Channel. Muka, perut, dan kaki musuh yang  saat dihantam Holmes begitu kentara : meletot-letot serupa kain kena kibasan angin topan. Tapi, bagi penggila novel Sherlock sosok Holmes mungkin jauh dari bayangan.

Di sini,  Ritchie menonjolkan Holmes bukan sekedar otak tapi juga otot.  Sosok serius yang tiba-tiba humoris, meski cocok disandingkan dengan Watson yang sering dicemooh Holmes. Barangkali ini tak lepas dari si penulis naskahnya yang sering menggarap film-film kocak, duet Michael Robert Johnson and Anthony Peckham.

Artistik setting tahun 1881 dimana Holmes hidup, juga nyaris sempurna.  Lihatlah apartemen dan perabotan dimana Holmes mendiami  apartemen di Baker Street 221B. Juga bagaimana London Bridge baru setengah jadi, tempat dimana Blackwood kelak benar-benar tergantung terlihat begitu asli. Apalagi, dipoles dengan latar musik yang ciamik ditangan Hans Zimmer

Sepak terjang Holmes si jenius yang diciptakan Arthur memang sayang untuk dilewatkan. Terutama bagi penyuka film detektif yang sumpek oleh teka-teki. Kita memang diajak untuk berkerut kening ketika menikmati Sherlock Holmes, walau di ujungnya ada penjelasan ilmiah yang bisa diterima akal. Termasuk bagaimana trik Blackwood menghilang dan menakut-nakuti lewat suara keras. Ia hanya mengandalkan kepulan asap dan sedikit teknologi pengeras suara.

Holmes memiliki kelebihan bisa menebak calon klien hanya dengan mengamati penampilan. Kejelian dan ketelitian ini diadobsi Arthur dari sosok nyata Oliver Wendell Holmes. Di jamannya ilmu forensik masih baru, dan dikembangkan oleh gurunya dari Universitas Edinburg, Joseph Bell. Kepawainnya merangkai kejadian membuat "detektif  konsultan" ini begitu masyhur dalam menangani berbagai kasus yang sulit dipecahkan aparat hukum, utamanya yang bermarkas di Scotland Yard. Ia melakukannya dengan pendekatan ilmiah dan logika. Keligatan tubuh detektif yang tak pernah lepas dari topi dan pipa cangklongnya, mungkin juga diambil dari nama atlet kriket yang begitu dikagumi Conan Doyle : Sherlcok.

Maka, ketika Blackwood ingin membinasakan beberapa manusia di sebuah ruang majelis untuk mengukuhkan dirinya sebagai Tuhan, Holmes dan Watson mencari-cari alat pembunuh masal itu yang tak lain adalah gas sianida mematikan yang dipicu oleh sebuah alat pemicu di ruang bawah tanah.

Misi memang berhasil, tapi sayangnya perangkat radio-aktif  itu lantas dilarikan oleh wanita pujaannya sendiri, Irene Adler (Rachel McAdams), yang diumpan Profesor Moriarty, sosok misterius musuh abadi Holmes. Alat super mahal ini akhirnya  memang bisa diselamatkan. Tapi, penghianatan tetap sulit dimaafkan meski Holmes sesungguhnya masih tertarik pada gadis Scotlandia yang pernah memperdayainya itu. []

Bojong Kulur : 28:01:2010

Tidak ada komentar: